Selasa, 28 Januari 2014

Al-muhkam wa al-mutasyabih

Al-Muhkam Wa al-Mutasyabih


 
UIN
Revisi Makalah

Telah Dipresentasikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah
Ulum Qur’an
Semester I Tahun Akademik 2012/2013

Oleh;
SURYANAGARA
NIM:80100212145
Dosen Pemandu:
 Dr. H. Baharuddin HS, M.Ag.
DR. H. Sampo Seha, M.Ag.

PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDINMAKASSAR
2013

I. PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dilihat dari segi usianya, Penafsiran al-Qur’an termasuk yang paling tua dibandingkan dengan kegiatan ilmiyah lainnya di dalam Islam. Pada saat al-Qur’an diturunkan lima belas abad yang lalu, Rasulullah Saw. yang berfungsi sebagai mubayyin ( pemeberi penjelas ) telah menjelaskan arti dan kandungan al-Qur’an kepada sahabat-sahabatnya, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak difahami atau sama artinya. Keadaan ini berlangsung sampai dengan wafatnya Rasulullah Saw, walaupun harus diakui bahwa penjelasan tersebut tidak semua kita ketahui, sebagai akibat dari tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya atau karena memang Rasul Saw, sendiri tidak menjelaskan semua kandungan al-Qur’an.[1]
Kalau pada masa Rasul Saw., para sahabat menanyakan persoalan-persoalan yang tidak jelas kepada beliau, maka setelah wafatnya mereka terpaksa melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan semacam Ali bin Abi Thalib, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab  dan Ibnu Mas’ud.
Adapun masalah cabang furu' agama yang bukan masalah pokok, ayat‑ayatnya ada yang bersifat umum dan samar-samar yang memberikan peluang kepada para mujtahid yang handal ilmunya untuk dapat mengembalikannya kepada yang tegas maksudnya muhkam dengan cara mengembalikan masalah cabang kepada masalah pokok, dan yang bersifat partikal ( Juz’i ) kepada yang bersifat unifersal ( Kulli ).[2]
Al-Qur’an yang merupakan sumber hukum Islam, yang padanya semua permasalahan hidup dikembalikan memiliki ayat-ayat yang jelas ( muhkamat ) dan sebagian ayatnya ada yang samara-samar ( mutasyabihat ). Oleh karena itu seseorang diperlukan kemampuan yang tinggi dan mendalam untuk dapat memahami maksud ayat-ayat Qur’an dimaksud.
Dengan demikian, berbicara tentang ayat-ayat muhkam dan mutasyabih di antara ayat-ayat al-Qur'an merupakan sebuah wacana yang sangat menarik kita diskusikan bagaimana ayat-ayat ini merespon berbagai budaya yang ada di era globalisasi ini hingga menjadi kajian yang kritis dan transformatif dan dapat memberikan konstribusi pemahaman yang sangat mendalam tentang ayat-ayat muhkam dan mutasyabih tanpa mengurangi subtansi yang dimilikinya berdasarkan argumentasi dan rasionalisasi yang kuat untuk mengantarkan kita kepada peningkatan wawasan, pikiran, dan keyakinan menyangkut di dalam al-Qur'an yang universal, hingga melahirkan sebuah pengetahuan baru.[3]
 
B. Rumusan Masalah                       
Dari gambaran awal diatas, maka ada beberapa permasalahan yang akan menjadi kajian khusus didalam makalah yang kami susun ini , yaitu:
  1. Apa pengertian muhkam dan mutasyabih?
  2. Apa perbedaan muhkam dan mutasyabih di dalam ayat al-Qur'an ?
  3. Bagaimana sikap ulama terhadap ayat-ayat muhkam dan mutasyabih?
  4. Apa hikmah adanya ayat-ayat mutasyabih?




II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Kata muhkam secara etimologi diambil dari kata hakama-yahkumu hukman- wahukumatan yang berarti menetapkan dan memutuskan. Sedangkan Muhkam merupakan isim musytaq yang berarti sesuatu yang dikokohkan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dari urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi al-kalam ahkam perkataan yang seperti itu sifatnya[4].
Kata mutasyabih berasal berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa yang berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya rneraba, membawa kepada  kesamaran antara dua hal. Tasyabaha dan isytabaha berarti dua hal masing-­masing menyerupai yang lainya.[5]
Secara istilah para ulama berbeda pendapat pula merumuskan defenisi muhkam dan mutasyabih sebagaiman yang telah dikemukakan di bawah ini:
1. Menurut Prof. Dr Abd al-Wahab Khlaf
Muhkam berarti sesuatu yang menunjukan kepada artinya yang tidak menerima pembatalan dan pergantian       jelas, sendirinya secara jelas, dan sama sekali tidak mengandung ta'wil, artinya tidak menghendaki arti lain yang bukan arti formalnya. Sedangkan Mutasyabih berarti lafal yang sifatnya sendiri tidak menunjukkan pada arti maksudnya, dan tidak terdapat karinat luar yang menjelaskanya.[6]
2. Menurut ahli sunnah
Muhkam adalah ayat yang bisa dillihat pesanya dengan gamblang atau melalui ta'wil karena ayat yang perlu dita'wil itu mengandung pengertian lebih dari suatu kemungkinan. Adapun mutasyabih ayat-ayat yang pengertian pastinya hanya diketahui oleh Allah. Misalnya saat datangnya hari kiamat dan maina huruf tahajji; yaitu huruf-huruf yang terdapat pada awal surah seperti Qaf, Alif, Lam, Mim dan lain-lainya.
3.  Menurut Ibn Abbas
Muhkam adalah ayat yang penakwilanya hanya mengandung suatu ma'na. Sedangkan mutasyabih, adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-bermacam .[7]
4.  Menurut ulama Hanafiyah
Muhkam adalah ayat yang jelas petunjuknya dan tidak mengandung naskah, sedangkan mutasyabih ialah yang samar atau tersembunyi yang tidak diketahui ma'nanya secara akal dan naql atau hanya Allah yang tahu maknanya.[8]
5.  Menurut imam al-Razi
Muhkam adalah ayat yang ditunjukan ma'nanya yang kuat, yaitu lafal nash dan lafal dzahir. Mutasyabih ialah yang tunjukan ma'nanya tidak kuat, yaitu mujmal, muawwal (harus dita'wil ) dan musykil (sulit diketahui.)[9]
6.    Imam Ibn Hanbal dan pengikut-pengikutnya
Muhkam adalah lafal yang bias berdiri sendiri atau telah jelas dengan sendirinya tanpa membutuhkan keterangan yang lain. Sedang lafal yang tidak dapat berdiri sendiri adalah lafal yang mutasyabih, yang membutuhkan penjelasan arti maksudnya , karena adanya macam-macam ta’wil terhadap ayat tersebut.[10]
7.    Imamul Haramain Al-Juwaini
 Muham ialah lafal yang tetap susunan , dan tertibnya secara biasa, sehingga mudah difahami maksud dan artinya. Sedangkan lafal mutasyabih ialah lafal yang makna tersusunnya tidak terjangkau oleh ilmu bahasa manusia , kecuali jika disertai dengan adanya tanda-tanda / isyarat yang menjelaskannya.
8.    Imam Ath-Thibi
Muhkam ialah lafal yang jelas maknanya sehingga tidak mengakibatkan kemusykilan/ kesulitan arti. Sebab lafal muhkam diambil dari lafal ihkam     ( makhuzul ihkaami ) yang berarti baik / bagus. Sedangkan lafal yang mutasyabih ialah sebaliknya, yakni yang sulit difahami, sehingga mengakibatkan kemusykilan / kesukaran.[11]
Dari beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ulama di atas, maka kami dari penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ayat-ayat muhkam merupakan suatu ayat yang memiliki ma'na yang sangat Jelas yang tidak Membutuhkan suatu pena’wilan dan muda dipahami maksudnya. Sedangkan ayat mutasyabih ayat-ayat yang tidak memiliki ma'na yang jclas dan membutuhkan pena'wilan dan kadang-kadang kepada Allah hanya disandarkan pena'wilanya
B.  Sebab-Sebab Adanya Ayat Muhkamah dan Mutasyabihat
          Secara tegas dapat dikatakan, bahwa sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat adalah karena Allah swt menjadikan demikian itu. Allah memisahkan / membedakan antara ayat-ayat yang muhkam dari yang mutasyabihat, dan menjadikan ayat yang muhkam sebagai bandingan ayat yang mutasyabihat. Allah swt. Berfirman dalam Q.S Ali Imran/ 3: 7 yang berbunyi :
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ㍩.¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ  

Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat, Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

Dari ayat tersebut, jelas Allah swt menjelaskan bahwa Dia menurunkan al-Qur’an itu ayat-aytnya ada yang muhkamat dan ada yang mutasyabihat. Tapi yang belum jelas, apa sebab-sebab adanya ayat muhkamah dan mutasyabihat itu ? Menurut kebanyakan ulama, sebab adanya ayat-ayat muhkam itu sudah jelas, yakni sebagiman sudah ditegaskan dalam ayat 7 surah Ali Imran di atas. Di samping itu al-Qur’an merupakan kitab yang muhkam seperti keterangan ayat 1 surah Hud :[12]
!9# 4 ë=»tGÏ. ôMyJÅ3ômé& ¼çmçG»tƒ#uä §NèO ôMn=Å_Áèù `ÏB ÷bà$©! AOŠÅ3ym AŽÎ7yz ÇÊÈ    
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara    terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu.

            Juga karena kebanyakan tertib dan susunan ayat-ayat al-Qur’an itu rapid an urut, sehingga dapat dipahami umat dengan mudah, tidak menyulitkan dan tidak samara artinya, disebabkan kebanyakan maknanya juga mudah dicerna akal pikiran.
            Secara rinci adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an adalah disebabkan tiga hal: yakni karena kesamaran pada lafal, pada makna, dan pada lafal dan maknanya.[13]
a.  Kesamaran pada lafal.
            Sebagian adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an itu disebabkan karena kesamaran pada lafal, baik lafal yang masih mufrad ( lafal yang belum tersusun dalam kalimat ) ataupun yang sudah murakkab ( lafal yang sudah tersusun  dalam kalimat ).
Contoh kesamaran mufrad ialah seperti adanya lafal : ابا  dalam ayat 31 surah Abasa :
ZpygÅ3»sùur $|/r&ur ÇÌÊÈ  
( dan buah-buahan serta rumput-rumputan ). Kata abban tersebut jarang terdapat dalam al-Qur’an, sehingga asing kalau tidak ada penjelasan dari ayat berikutnya, arti kata abban itu, sulit dimengerti umat tetapi ayat 32 surah Abasa menyebutka
$Yè»tG¨B ö/ä3©9 ö/ä3ÏJ»yè÷RL{ur ÇÌËÈ  
( untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.)

Sehingga baru jelas kalu yang dimaksud dengan abban adalah rerumputan, seperti bayam, kangkung dan sebagainya yang disenangi manusia maupun hewan.
b.  Kesamaran Pada Makna Ayat.
            Terkadang terjadinya ayat mutasyabihat itu disebabkan karena adanya kesamaran pada maknanya ayat. Contohnya seperti makna dari sifat-sifat-Nya Allah SWT, seperti sifat Rahman Rahim-Nya, atau seperti sifat Qudrah Iradah-Nya, maupun sifat-sifat lainnya. Dan juga seperti makna dari ihwal hari kiamat, kenikmatan syurga, siksa kubur dan siksa neraka. Akal pikiran manusia tidak akan bias menjangkau semua hal tersebut, sehingga makna-maknanya sulit mereka tangkap. Bagaimana mereka mengerti arti maknanya kalau mereka belum pernah melihatnya.
c.  Kesamaran Pada Lafal dan Makna Ayat.
          Terkadang adanya ayat mutasyabihat terjadi disebabkan kesamaran dalam lafal dan makna ayat-ayat itu. Contohnya ayat 189 surat al-Baqarah :
….* 3 }§øŠs9ur ŽÉ9ø9$# br'Î/ (#qè?ù's? šVqãŠç6ø9$# `ÏB $ydÍqßgàß £`Å3»s9ur §ŽÉ9ø9$# Ç`tB 4s+¨?$# 3 ÇÊÑÒÈ…..  
“ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. “

            Orang yang tidak mengerti adat istiadat bangsa Arab masa jahiliyyah tidak akan fahamterhadap maksud ayat tersebut. Sebab kesamaran dalam ayat tersebut terjadi pada   lafalnya , karena terlalu ringkas , juga terjadi pula pada maknanya, karena termasuk adat kebiasaankhusus orang arab yang tidak mudah diketahui oleh bangsa-bangsa lain.
            Jika ayat tersebut diperluas sedikit dengan ditambah ungkapan
ان كنتم محرمين بحج او عمرة                                  
( jika kalian sedang melakukan ihram untuk hajji atau untuk umrah )
Tentulah maksud ayat tersebut akan lebih mudah dimengerti. Apalagi bila orang sudah mengerti berbagai syarat dan rukun ihram, sehingga tidak akan ada masalah lagi baginya.[14]    
C. Sikap Ulama Terhadap Ayat Muhkam Dan Mutsyabih
Berbagai penjelasan dan defnisi kita baca di atas dapat diketahui dua hal yang sangat penting. Pertama, dalam membicarakan muhkam tidak ada kesulitan. Muhkam adalah ayat yang jelas atau rajib ma'nanya. Kedua, pembicaraan tentang mutasyabih menimbulkan masalah yang perlu dibahas lebih lanjut. Apa sumber yang yang melahirkan mutasyabih, berapa macam mutasyabih, dan bagaimana sikap ulama dalam menghadapinya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa sumber tasyabuh atau mutasyabih adalah ketersembunyian maksud Allah dari kalam-Nya. Secara rinci, dapat dikatakan bahwa ketersembunyiannya itu bisa kembali kepada lafal atau kepada makna atau kepada lafal dan makna sekali: Contoh. ketersembunyian pada lafal adalah    ZpygÅ3»sùur $|/r&ur  Dan buah-buahan serta rumput-rumputan,  lafal abun disini mutasyabih kerena ganjilnya dan jarang digunakan. Kata abun di sini diartikan rumput-rumput berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya: .(QS.Abasa (80):32).
$Yè»tG¨B ö/ä3©9 ö/ä3ÏJ»yè÷RL{ur ÇÌËÈ  
( untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.)

Ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Segolongan berpendapat bahwa ayat muhkam adalah memiliki ma'na yang terang dan jelas maksudnya, sedangkan mutasyabih itu tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan bagi orang-orang yang mendalam ilmunya harus berhenti menakwilkanya seraya menyerahkaan Allah dengan menyatakan bahwa kami beriman kepadanya, semua itu dari Tuhan kami. Pendapat ini dianut oleh paham ulama salaf dengan tokohnya imam al-Malik.[15]
Pendapat tersebut mendapat bantahan dari Abu Hasan al-Asyari dengan menyatakan bahwa dengan adanya firman Allah ”warrasihuna fii i1mi” memberi pemahaman bahwa orang-orang yang berilmu (cendikiwan) dapat takwil ayat-ayat mutasyabih. Pendapat yang senada datang dari Abu Ishak al-Syiraziy yang mengatakan bahwa "Allah swt. Yang menguasai ilmu bukanlah untuk dirinya sendiri, tetapi ulama juga mendapat pujian karena ilmunya.[16]       
Ar-Ragib al-Ashfahani mengambil jalan tengah dalam menghadapi masalah ini Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya kepada tiga bahagian.
  1. Bahagian yang tak ada jalan mengetahuinya, seperti terjadi kiamat, keluar binatang dari burra dan separtinya.
  2. Bahagian manusia menemukan sebab-seba mengetahuinya, seperti lafal-lafal yang ganj il dari hukum-hukum yang sulit/rumit.
  3. Bahagian yang terletak antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh sebahagian ulama yang rasikh Ilmunya, tidak diketahuinya oteh sebahgian yang lain.[17]
Dalam bahagian ini kami dari penulis akan membahas secara khusus ayat-ayat mutasyabih yang meryangkut sifat-sifat Tuhan, yang dalam Al-Suyuti "ayata al-Shifat," dan dalam istitah Shubhi al-Shalih" mutasyabih al-shifat". Ayat-ayat yang masuk dalam kategori ini banyak. Di antaranya adalah:
  1.  (QS. Thaha (20): 5)
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ  
(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.
  1.  (QS.AL-An'am (61)
uqèdur ãÏd$s)ø9$# s-öqsù ¾ÍnÏŠ$t6Ïã ( ã@Åöãƒur öNä3øn=tæ ºpsàxÿym #Ó¨Lym #sŒÎ) uä!%y` ãNä.ytnr& ÝVöqyJø9$# çm÷F©ùuqs? $uZè=ßâ öNèdur Ÿw tbqèÛÌhxÿムÇÏÊÈ  

Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- Malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.
  1. "Tangan Allah di atas tangan mereka."(QS AL-Fath (4S))- 10)
ßtƒ ……. «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& 4 …………..
“ Tangan Allah di atas tangan mereka “

Di dalam ayat-ayat ini terdapat kata-kata "bersemayam", dan "di atas" yang dibasakan atau dijadikan sifat bagi Allah. Kata-kata ini menunjukan keadaan, tempat, dan anggota yang layak bagi mahkluk yang baharu.Karena dalam ayat-ayat tersebut kata-kaia ini dibahasakan kepada Allah yang qadim (absolut). Maka sulit dipahami maksud yang sebenarnya. Karena 'itu pula ayat-ayat tersebut dinamakan "mutasyabih al-shifat". selanjutnya, dipertanyakan: apakah maksud ayat-ayat ini dapat diketahui oleh manusia atau tidak?
Untuk menjawab prtanyaan ini, Shubhi al-Shale membedakan pendapat ulama kedalam dua mazhab.
  1. Mazhab salaf, yaitu orang-orang mempercayai dan mengimani sifat-sifat mutasyabih dan menyerahkan hakekatnya kepada Allah sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaiman yang diterangkan Al-Qur'an serta menyerahkan urusan mengetahui hakikatnya dengan ayat-ayat ini kepada Allah, mereka disebut pula mazhab Mufawwidahab atau tafwidh.
  2. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna lahirnya mustahil. kepada makna yang lain dengan zat Allah. Karena itu mereka disebut pulah Muawwilah  atau mazhab Takwil. mereka mema'nakan istiwa dengan ketinggian yang abstrak, berupa pengadilan Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan, kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintah-Nya, Allah berada di atas hamba-­Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada di satu tempat"istilah dengan hak Allah, “waja” denganzat, "mata" dengan pengawasan, "tangan" dengan kekuasaan, dan "diri" dengan siksa. Dengan demikian sistem penafsiran ayat-ayat Mutasyabih yaitu ditempu oleh ulama khalaf semua lapal yang mengandung arti"cinta''muka"dan "malu" bagi Allah ditakwil dengan Ma’na majas terdekat [18] Dalam pada itu, ada ulama.yang membedakan mutasyabih menjadi tiga macam,
a.    Mutasyabih yang sama sekali tidak dapat terjangkau oleh kemampuan akal manusia untuk memahaminya, seperti mengetahui zat Allah, hakekat stifat-stfat-Nya, waktu terjadinya hari kiamat, dan lain-lain
b.    Mutasyabih yang tidak dapat diketahui oleh kebanyakan ulama atau ilmuan (apalagi orang ilmuan) akan tetapi dapat dipahami oleh ulama tertentu atau mereka, adalah orang-orang yang mendalami ilmunya.
c.    Mutasyabih yang pada dasarnya setiap orang dapat mengetahui melalui metode pelajaran dan pembahasan tertentu.[19]
Perbedaan-perbedaan pendapat dari ulama diatas pada dasarnya, mereka tidak bertentangan, karena semua ayat al-Qur'an bisa dikatakan muhkam, jika dimaksud adalah bahwa semua ayat-ayat al-Qur'an susunan redaksi lafal dan keindahan urutan-urutan rasamnya sungguh sempurna dan tidak sedikitpun ada keraguan di dalamnya.
Dengan demikian juga al-Qur'an bisa dikatakan seluruh ayatnya Mutasyabih, sejauh yang dimaksud adalah keserupaan dan keserasian antara ayat-ayat, baik dalam bidang balagan dan I'Jas nya maupun karena kesulitan dan ketidak manpuan seseorang dalam menampakkan kelebihan sebahagian suku katanya dari sebahagian yang lain.
D. Faedah Ayat Muhkam dan Mutasyabihat
          Dalam pembahasan ini perlu dijelaskan faedah / hikmah ayat-ayat Muhkam lebih dahulu sebelum menerangkan faedah ayat-ayat Mutasyabihat.
1. Hikmah Ayat-Ayat Muhkamat
Adanya ayat-ayat Muhkamat dalam Al-Qur’an, jelas sangat banyak faedah / hikmahnya bagi ummat manusia, sebagai berikut :
a.    Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
b.    Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam menghayati makna maksudnyaagar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
c.    Mendorong ummat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi kandungan al-Qur’an.
d.    Menghilangkan kesulitan dan kebingungan ummat dalam mempelajari isi ajarannya , karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya.
e.    Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat al-Qur’an.
f.     Membantu para guru, dosen, muballigh dan juru dakwah dalam usaha menerangkan isi ajaran al-Qur’an dan tafsir ayat-ayatnya kepada masyarakat.
g.    Mempercepat usaha tahfidzul Qur’an (menghafal ayat-ayat al-Qur’an). Sebab ayat yang sudah diketahui artinya itu lebih mudah penghafalannya daripada ayat yang belum diketahui arti maksudnya.[20]
3.    Hikmah Ayat-Ayat Mutasyabih
Adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an membawa faedah/hikmah yang banyak juga. Bahkan lebih banyak daripada hikmah ayat yang muhkamatdi atas. Hikmah adanya ayat-ayat  mutasyabihat itu ialah sebagai berikut ;
a.    Rahmat Allah swt. Sebab sifat dan zat Allh swt itu ditampakkan kepada manusia yang lemah itu. Karena itu Allah menyamarkan sifatdan zat-Nya dalam ayat-ayat mutasyabihat itu adalah jelas merupakan rahmat Allah swt yang besar bagi manusia. Jika tidak disamarkan bias menjadi siksaan bagi mereka, terutama mereka yang tidak tahan menzahirkannya. Begitu pula Allah merahasiakan kedatangan hari kiamat. Mereka selalu dihantui rasa takut, jika mereka mengerti kapan akan mati. Karena itu Allah swt merahasiakan kematian, hari kiamat dan sebagainya.
b.    Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia. Apakah dengan disamarkannya sebagian isi al-Qur’an yang mutasyabih itu, masih akan tetap iman atau tidak ? Karena itu ayat 7 Surat Ali-Imran disebutkan:
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»tƒ#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB ( $¨Br'sù tûïÏ%©!$# Îû óOÎgÎ/qè=è% Ô÷÷ƒy tbqãèÎ6®KuŠsù $tB tmt7»t±s? çm÷ZÏB uä!$tóÏGö/$# ÏpuZ÷GÏÿø9$# uä!$tóÏGö/$#ur ¾Ï&Î#ƒÍrù's? 3 $tBur ãNn=÷ètƒ ÿ¼ã&s#ƒÍrù's? žwÎ) ª!$# 3 tbqãź§9$#ur Îû ÉOù=Ïèø9$# tbqä9qà)tƒ $¨ZtB#uä ¾ÏmÎ/ @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã $uZÎn/u 3 $tBur ㍩.¤tƒ HwÎ) (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÐÈ  
Terjemahnya:

 Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat, Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”

c.    Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang maha mengetahui segala hal, meski terhadap hal-hal yang samara, rahasia, tersembunyi seperti yat mutasyabihat. Manusia dan malaikat pun tidak dapat mengetahuinya. Hal ini seperti ucapan para malaikat, terekam dalam ayat 32 surah Al-Baqarah :
(#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ  
Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."

d.     Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar dan rajin meneliti. Sebab dengan adanya ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an yang harus mereka pedomani itu mau tidak mau mereka harus giat mempelajarinya, agar dapat mengerti terjemahannya, menghayati maksudnya, sehingga dapat mempedomani isi ajarannya. Seandainya semua ayat al-Qur’an itu muhkamat seluruhnya, tentu orang akan malas belajar, enggan memikirkan, tidak mau meneliti. Semuanya sudah jelas, terang dan gambling tinggal menghayati dan mengamalkan saja.
e.    Memperlihatkan kemu’jizatan al-Qur’an, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah swt.
f.     Memudahkan bacan, hafalan, dan pemahaman al-Qur’an. Sebab, adanya ayat-ayat mutasyabihat yang sulit dimengerti dan sukar di nalaritu mengakibatkan orang harus lebih banyak mencurahkan tenaga, pikiran, dan perhatiannya, sehingga dengan sendirinya akan lebih meresapkan hasil-hasil usahanya itu yang pada gilirannya dapat mempermudah segalanya.
g.    Menambah pahala usaha umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabihat. Sebab, semakin sukar kerjaan orang, akan semakin besar pahalanya.
h.    Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam. Sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam al-Qur’an, mendorong orang-orang yang akan mempelajarinya harus lebih dahulu mempelajri beberapa disiplin ilmu yang terkait dengan berbagai isi ajaran al-Qur’an yang bermacam-macam, seperti ilmu bahasa, kimia, fisika, matematika, ekonomi, astronomi, teknik, geografi, kedokteran dan sebagainya.
i.        Mengajukan penggunaan dalil-dalil aqli, disamping dalil-dalil naqli. [21]
Dengan adanya faedah dari rahasianya ayat –ayat muhkamat dan mutasyabihat diturunkan oleh Allah swt, dalam al-Qur’an maka kita diperbolehkan menta’wil ayat-ayat yang mutasyabihat dengan ketentuan tidak keluar dari qaidah-qaidah penta’wilan ayat dan tidak smpai membawa kita pada tingkat menyekutukan Allah swt.









III. PENUTUP
Berdasarkan uraian yang kami tulis di dalam makalah tersebut maka kami dapat menarik keimpulan sebagai berikut:
1.         Ayat muhkam sesuatu yang dapat dipahami artinya atau maksudnya tanpa membutuhkan pena'wilan sedangkan ayat-ayat mutasyabih berarti sesuatu yang makna atau maksudnya dirahasiakan oleh Allah, yang membutuhkan pena'wilan
2.         Para ulama dalam menanggapi sifat-sifat mutasyabih di dalam al-Qur’an menpunyai dua mazhab pertama. Mazhab ulama salaf yang senantiasa mensucikan Allah dari kenyataan-kenyataan yang mustahil ini dengan mengimani apa yang diterangkan al-Qur'an, serta menyerehkan urusan hakikatnya kepada Allah sendiri. Kedua, ulama khalaf memaknakan istiwa' dengan ketinggian yang berupa ma'nawi, yaitu mengendalikan alam ini tanpa merasa paya mereka mama'nakan Allah berada di atas hamba­-hamba-Nya dengan: Allah maha tinggi, bukan berada disuatu tempat dengan melalui pendekatan ta'wil.
3.         Ayat muhlkam dan mutasyabih memiliki relepansi yang sangat kuat yang tak dapat dipisahkan karna ayat-ayat muhkam merupakan atat untuk mengantarkan kita memahami dan mepnapsirkan ayat-ayat mutasyabih yang memiliki ma'na yang samara-samar.
4.         Hikma yang bisa dipetik dengan adanya ayat-ayat muhkam dan mutasyabih adalah manusia diharuskan berupaya untuk mengungkap ma'na atau maksud apa yang dikandung di dalam al-Qur-an sesuai dengan konteksnya, hingga mampu melahirkan pengetahuan baru yang sesuai dengan kondisi yang melingkupinya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, ( Cet.II: Surabaya:Dunia Ilmu,2000)
Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam (Cet. VI: Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001)
Al-Qattan Manna Khail, Mabahits FI Ulum Qur'an Cet.10: Mesir Maktabah Wahbah,1997
AI-Zarqani Muhammad Abdul al-Azhim, Manahil al-Irfan Fii Ulum Qur'an, Cet, I Berut: Daar Ilmiah, 2003
Al-Shali Subkhi, Mabahist  fi Ulum al-Qur'an, Cet.VI1I; Beirut. Daar al-ilmi Li-­Malayin al t. tht
Ash shiddieqy M. Hasbi, Ulum Qu'ran, Cet. 11 jakarta:  Bulan Bintang, 1972
Munawir Achmad Warson, Kamus Arab Indonesia, Cet. XIV. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997
Marzuki Kamaluddin, Ulum   Qur'an, Cet. II; Bandung: Remaja Rosdakarya 1994
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Cet. IV; jakarta:  Raja Grapindo Persada,2002)











[1] Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam (Cet. VI: Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001) h 211
[2] Manna Khalil Al-Qattan, Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an (Cet. 10: Mesir Maktabah Wahbah,1997)h.303
[3] Manna Khalil Al-Qattan. Op.Cit. h 304
[4] Achmad Warson Munawir. Kamus Arab Indonesia, (Cet.XIV: Surabaya:Pustaka Progresif, 1997) h 286
[5] Manna Khalil Al-Qattan. Lot.Cit.         
[6] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, ( Cet.II: Surabaya:Dunia Ilmu,2000) h 240.
[7] Abdul Jalal, Op.Cit. h,240
[8]    Ibid. h 41
[9] Ibi. h. 41
[10]  Ibid. h 42
[11] Abdul Jalal, Op.Cit. h. 242
[12]   Abdul Jalal, Op.Cit. h,244
[13]  Ibid. h 245
[14] Abdul Jalal, Op.Cit. h,244
[15] Subkhi Al-Shalih, Mabahits fi Ulumil Qur’an, ( Cet II;Beirut:Dar al-Ilm li Al-Malayin tth) h. 28
[16]   Subkhi Al-Shalih, Op.Cit. h 285
[17]   M.Hasbi As-Shiddieqy, Ulum Qur’an. (Cet.II, Jakarta:  bulan Bintang, 1972) h. 167.
[18]  Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, (Cet. IV; Jakarta: PT Raja Grapindo, 2002) h.118
[19]  Abdul Jalal, Op.Cit. h,244
[20] Abdul Jalal, Op.Cit. h,265-267
[21] Abdul Jalal, Op.Cit. h,268

Tidak ada komentar:

Posting Komentar